Sabtu, 08 Mei 2010

MAKALAH AGAMA ISLAM

KONSEP PERKAWINAN UNTUK MEMINIMALKAN
KONFLIK RUMAH TANGGA






DISUSUN OLEH
NAMA : RINI DARUSANTI
NPM : 0914000101
PROGRAM STUDI : MSDM
MATA KULIAH : AGAMA ISLAM
DOSEN : DRS H. CHOMSAH HARIS, M.Ag
TUIGAS YANG KE : 2

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA JAKARTA
2009


KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللهِ الََّرحْمَنِ الَّرحِيْمِ
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang senantiasa melimpahkan rahmat serta taufik-Nya. Salawat dan salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Pada kesempatan ini penulis akan membuat suatu makalah yang berjudul “ KONSEP PERKAWINAN UNTUK MEMINIMALKAN KONFLIK RUMAH TANGGA ”. Adapun pembuatan makalah kecil ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian tengah semester (UTS) pada STIA LAN TAHUN 2009.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik ilmu pengetahuan maupun ketentuan-ketentuan dalam pembuatannya, juga keterbatasan buku-buku yang penulis miliki. Semua ini masih jauh dari sempurna dan kebenarannya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan tanggapan, kritik dan saran dalam penyempurnaan penulisan ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
TERIMA KASIH
Jakarta, Juni 2009
Penulis:


DAFTAR ISI
Hlm.
KATA PENGANTAR ……………………………………………….... . i
DAFTAR ISI …..……………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN …..………………………..…………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Faktor - Faktor Penyebab Keruntuhan Rumah Tangga …. 2
2. Konsep Meminimalkan Konflik Rumah Tangga……………. 3
3. Petunjuk Dalam Membina Rumah Tangga………………… 4
4. Peran Suami dan Istri dalam Rumah Tangga ……….…….. 5
BAB III PENUTUP
Kesimpulan .………………………..………………………… 8



BAB I
PENDAHULUAN

Membangun sebuah keluarga sakinah adalah suatu proses. Keluarga sakinah bukan berarti keluarga yang diam tanpa masalah. Namun lebih kepada ada keterampilan untuk manajemen konflik.
Kehidupan rumah tangga adalah dalam konteks menegakkan syariat Islam, menuju ridho Allah Swt. Suami dan istri harus saling melengkapi dan bekerja sama dalam membangun rumah tangga yang harmonis menuju derajat takwa. Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. at-Taubah [9]: 71).
Menurut pendapat Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah, sedikit sekali rumah tangga yang selamat dari lilitan perselisihan di antara anggotanya khususnya di antara suami istri. Karena yang namanya berumah tangga membangun hidup berkeluarga dalam perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar, sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang muncul ini dapat memicu perselisihan dalam rumah tangga yang bisa jadi berujung dengan pertengkaran kemarahan dan keributan yang tiada bertepi atau berakhir, dengan damai saling mengerti dan saling memaafkan.


BAB II
PEMBAHASAN

I. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUNTUHAN RUMAH TANGGA.

Bagaimana dengan kehidupan rumah tangga yang diharapkan dapat berjalan sebagaimana yang telah direncanakankan. Walaupun kita merencanakan dan mencoba sebaik mungkin untuk mewujudkan sebuah rumah tangga yang bahagia, namun kadangkala pertengkaran didalam rumah tangga itu tidak dapat dielakkan. Dan adakalanya sehingga membawa kepada perpisahan yang amat menyakitkan.

Islam merupakan agama yang syumul. Jadi Islam telah menggariskan jalan penyelesaian dan mestilah diselesaikan dengan jalan terbaik.
Sebelum itu,mari kita lihat dulu faktor-faktor yang menyebabkan keruntuhan rumah tangga . Diantara sebab utamanya ialah:
1. Tiada persefahaman dan pendidikan agama yang mendalam. Jadi masing-masing tidak mengerti dan sekaligus mengabaikan tanggungjawab mereka.
2. Tidak intropeksi diri bila terjadi perselisihan atau pertengkaran. Ingat, intropeksi diri merupakan suatu perkara yang amat penting dalam memastikan kebahagiaan dalam rumah tangga.
3. Perkawinan karena terpaksa tanpa mendapat kerelaan daripada kedua-dua belah pihak.
4. Perkawinan atas dasar cinta atau nafsu semata-mata tanpa menilai kepentingan agama. Tapi inilah yang berlaku dalam masyarakat sekarang. Perkawinan atas dasar cinta. Bila sudah hilang cinta, Saya tidak menafsirkan bahwa cinta memang menjadi aspek utama terbinanya sesuatu hubungan.

II. KONSEP MEMINIMALKAN KONFLIK RUMAH TANGGA.

1. Siap Dengan Hal Yang Tidak Kita Duga.
Pada dasar kita selalu siap untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Mudah bagi kita bila yang terjadi cocok dengan harapan kita. Namun bagaimanapun tiap orang itu berbeda-beda. Tidak semua harus sama “gelombangnya” dengan kita. Maka yang harus kita lakukan adalah mempersiapkan diri agar potensi konflik akibat perbedaan ini tidak merusak. Dalam rumah tangga bisa jadi pasangan kita teryata tidak seideal yang kita impikan. Maka kita harus siap melihat ternyata dia tidak rapi tidak secantik yang dibayangkan atau tidak segesit yang kita harapkan. misalnya. Kita harus berlapang dada sekali andai ternyata apa yang kita idamkan tidak ada pada dirinya. Juga sebalik apabila yang luar biasa kita benci. Ternyata isteri atau suami kita memiliki sikap tersebut.

2. Memperbanyak Pesan Aku
Tindak lanjut dan kesiapan kita menghadapi perbedaan yang ada adalah memeperbanyak pesan aku. Sebab umum makin orang lain mengetahui kita makin siap dia menghadapi kita.
Maka di sinilah perlu kita belajar memberitahukan. Memberitahukan apa yang kita inginkan. Inilah esensi dari pesan aku. Dengan demikian ini akan membuat peluang konflik tidak membesar. Karena kita telah mengkondisikan agar orang memahami kita. Sungguh tidak usah malu menyatakan harapan ataupun keberatan-keberatan kita. Sebab justru dengan keterbukaan seperti ini pasangan hidup kita dapat lebih mudah dalam menerima diri kita. Termasuk dalam hal keberadaan orang lain. Misal orang tua kita akan datang. Maka adalah suatu tindakan bijaksana apabila kita mengatakan kepada suami tentang mereka.

3. Membuat Peraturan dalam Rumah Tangga
Kita harus memiliki aturan-aturan yang disepakati bersama. Karena kalau tidak tahu aturan bagaimana orang bisa menurut? Bagaimana kita bisa selaras? Jadi kita harus membuat aturan sekaligus disosialisasikan! Begitu pula pada anak-anak. Kita harus mensosialisasikan peraturan ini. Tidak usah kaku. Buat saja apa yang bisa dilaksanakan oleh semua. Makin orang tahu peraturan maka peluang berbuat salah makin minimal.


III. PETUNJUK DALAM MEMBINA RUMAH TANGGA.

Untuk menolong kita didalam usaha-usaha membina rumah tangga dengan Islami, Islam telah memberikan petunjuk kepada kita. Diantaranya adalah:
1. Pernikahan kita haruslah karena Allah. Yaitu bertujuan untuk membina sebuah rumah tangga dengan Islami melahirkan keturunan dengan soleh membina keluarga dengan sanggup memikul amanah dan dapat melaksanakan kewujudan hidayah Allah sehingga hidayah tersebut akan terus berlanjutan.

2. Pernikahan ditujukan untuk menjaga pandangan & kehormatan kita sehingga kita betul-betul bertakwa kepada Allah. Rasulullah SAW telah bersabda: "Allah berhak menolong tiga golongan orang dengan berjihad di jalan Allah, hamba mukatab dengan ingin membayar harga tebusannya, dan orang dengan menikah dengan tujuan untuk dapat memelihara kehormatan dirinya." (HR Tirmidhi, Ibn Hibban, dan Al-Hakim).
Sabda Rasulullah SAW dengan lain: "Barang siapa dengan menikah berarti dia telah menyempurnakan sebahagian agamanya, maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah dengan merupakan sebahagian lainnya lagi." (HR al-Baihaqi)

3. Kita haruslah bijak dalam memilih pasangan hidup yang akan menjadi teman hidup kita dengan diharapkan dapat seiring dan sejalan. Ini memerlukan usaha dengan sungguh-sungguh. Rasulullah SAW telah bersabda: "Pilihlah (dengan terbaik) untuk keturunanmu karena (kegagalan dari) satu generasi akan menuju kepada krisis." (HR Ibnu Majah dan Abu Mansur).

4. Kita hendaklah memilih pasangan hidup dengan memiliki akhlak dengan baik dan berpegang teguh kepada agama, jadi kekayaan dan wajah bukanlah ukuran utama.
Sabda Rasulullah SAW: "Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya; boleh jadi kecantikannya itu akan membuat mereka hina. Janganlah kamu menikahi wanita karena hartanya; boleh jadi hartanya itu akan membuat mereka zalim. Tapi nikahilah mereka karena agamanya. Wanita hamba sahaya dengan tuli namun beragama adalah lebih baik." (HR Ibnu Majah)

5. Kita harus menjauhkan diri dari melanggar perintah Allah dan menjauhi kemurkaan Allah serta azabnya. Seperti dengan disabdakan oleh Rasulullah s.a.w: "Siapa dengan menikahi wanita karena ketinggian kedudukannya, pernikahan itu tidak akan membawa sesuatu kepadanya kecuali kehinaan. Barangsiapa menikahi wanita karena hartanya maka itu tidak akan menambah sesuatu kepadanya kecuali kemiskinan. Barangsiapa dengan menikahi wanita karena keturunannya, perkawinan itu tidak akan menambah sesuatu kepadanya kecuali hina dina. Dan barang siapa dengan menikahi wanita dengan tujuan agar dapat menahan pandangannya, memelihara kehormatannya atau menghubungkan silaturahim, Allah akan memberikan berkah kepadanya bersama wanita itu dan memberikan berkah kepada wanita itu bersamanya." (HR Abu Nuaim)

IV. PERAN SUAMI DAN ISTRI DALAM RUMAH TANGGA

Pemilihan isteri dengan baik tidaklah melepaskan kita dari tanggungjawab terhadapnya setelah kita bernikah. Malahan, tanggung jawab dengan utama dimulai "right at the first moment" setelah pernikahan. Beberapa tanggung jawab itu diantaranya:

1. Kita harus selalu bersikap baik terhadap isteri dan bergaul degannya dengann pergaulan dengan mesra. Dengann cara ini diharapkan akan tumbuh rasa saling percaya di antara kita dan pasangan hidup kita. Sabda Rasulullah SAW "Orang dengan terbaik diantara kalian adalah orang dengan paling berlaku baik terhadap isterinya dan akulah dengan terbaik (diantara kalian) terhadap keluargaku." (HR Tirmidzi)
Kita juga harus melaksanakan sabda Rasulullah SAW: "Mukmin dengan paling sempurna imannya adalah mukmin dengan paling baik akhlaknya dan mukmin dengan paling lemah lembut terhadap isterinya." (HR Tirmidzi)

2. Hubungan kita dengan isteri tidaklah terbatas pada hubungan syahwat saja. Hubungan kita dengann isteri seharusnya boleh mewujudkan kesamaan pemahaman. Pasangan Muslim seharusnya spend time untuk bersama-sama membaca, beribadah, mengurusi pekerjaan rumah tangga, dan bercengkrama (bersenda gurau). Dalam masalah ibadah Allah telah berfirman dengan bermaksud "Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan solat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah dengan memberi rezki kepadamu. Dan akibat dengan baik itu adalah orang-orang dengan bertidakwa." (QS 20:132)
"Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang dengan diredhai di sisi Tuhannya." (QS19:55) Dalam hal hubungan dengan mesra dengann isteri, kita tahu bahwa Rasulullah s.a.w. biasa mengajak isteri beliau, Aisha r.a, untuk berlumba lari Rasulullah s.a.w pun biasa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah (membantu meringankan isteri beliau), bahkan dengann menjahit sepatu.

3. Hubungan kita dengan isteri haruslah dalam batas syariah Islam. Kita tidak boleh melanggar syariah Islam, menjatuhkan nama Islam, atau melanggar hal-hal dengan diharamkan oleh Allah. Sabda Rasulullah s.a.w."Celakalah lelaki dengan menjadi hamba istrinya." (Al-Firdausi) “Sesungguhnya, keberhasilan dalam memilih pasangan dengan soleh/solehah dan keberhasilan dalam pernikahan sesuai dengann Islam akan banyak menolong dalam usaha-usaha mendidik anak dengann tarbiyah Islamiyah dengan diharapkan.

Kegagalan dalam membina rumah tangga menurut cara dengan Islami dan kesalahan memilih pasangan hidup boleh menyebabkan keruntuhan dan berlakunya keburukan dengan menguasai keluarga secara keseluruhan.
Pertengkaran dengan terjadi dalam kehidupan suami isteri secara langsung mempengaruhi pendidikan dan kejiwaan anak. Karena itu, tanggung jawab kita dengan pertama dalam pendidikan anak-anak kita adalah membangunkan pernikahan dengan Islami (seperti dengan ditunjukkan oleh Islam).


BAB III
KESIMPULAN


Sejalan dengan itu dibutuhkan relasi yang jelas antara suami dan istri, dan tidak bisa disama-ratakan tugas dan wewenangnya. Suami berhak menuntut hak-haknya, seperti dilayani istri dengan baik. Sebaliknya, suami memiliki kewajiban untuk mendidik istri dan anak-anaknya, memberikan nafkah yang layak dan memperlakukan mereka dengan cara yang makruf.
Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menghalangi mereka kawin dan menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (Qs. an-Nisâ’ [4]: 19).
Sampai kapanpun rumah tangga orang-orang yang memiliki keutamaan dalam agama ini juga tidak lepas dari masalah perselisihan pertengkaran dan kemarahan. Namun berbeda dengan orang-orang yang tidak mengerti agama orang yang memiliki keutamaan dalam agama tidak membiarkan setan menyetir hingga menjerumuskannya kepada apa yang disenangi oleh setan. Bahkan mereka berlindung kepada Allah dari godaan setan berusaha memperbaiki perkara mereka menyatukan kembali kebersamaan mereka dan menyelesaikan perselisihan di antara mereka.
Pada hakikatnya hasil dengan diharapkan dari terbinanya sebuah rumah tangga Islam adalah terwujudnya satu generasi dengan soleh, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah : "Dan orang-orang dengan berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang dengan bertidakwa." (QS 25:74)
Anak-anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak berdosa). Bila anak kita mendapatkan tarbiyah dengan baik dia akan menjadi anak dengan soleh. Namun bila anak dibesarkan di tengah-tengah ibu bapa dengan sering bertengkar atau ibu bapa dengan keluar dari landasan Islam, anak itu akan demikian juga. Rasulullah SAW telah bersabda: "Anak-anak itu lahir dalam keadaan fitrah, adalah ibu bapaknya dengan menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR Bukhari dan Muslim).

Tidak ada komentar: