Kamis, 15 Juli 2010

Sistem Sosial Budaya Indonesia


          TERORISME, PAHAM KEKERASAN DAPAT DILUNAKKAN, IDEOLOGI SULIT
( ANALISA ARTIKEL DARI SUDUT PERMASALAHAN SOSIAL DALAM MASYARAKAT )

BAB I
LATAR BELAKANG
A. RINGKASAN KASUS
Persoalan teroris yang terjadi di Indonesia sangat berkaitan dengan idiologi yang di anut oleh para pelakunya. Pemberantasan terorisme melalui pendekatan legal formal seperti operasi polisi tidaklah efektif memupus idiologi tersebut. Karena idiologi yang mereka anut adalah sudah merupakan “harga mati” prinsip tersebut sudah ada daam benak pelakunya, khususnya para napi /tahanan teroris yang tergolong papan atas daam aktivitas gerakan mereka.
Idiologi yang telah dianut anak-anak muda sangatlah susah diberantas karena tidak adanya kemampuan berpikir kritis, sehingga mereka dengan mudah terjebak dalam aliran yang ekstrem dogmatis. Anak – anak muda yang mempunyai potensial itu ternyata tergiur ambil jalan pintas dengan menganggap penegakan syariah Islam sebagai satu –satunya solusi untuk menyelesaiakan masalah kehidupan ini.
Akar permasalahan Terorisme yang muncul di Indonesia selain karena Idiologi , tetapi juga ditimbulkan oleh ketidak adilan pemerintah Indonesia dan kemiskinan yang menimpa masyarakat bawah. Pengikut teroris di Indonesia sangatlah kecil dibandingkan dengan penduduk Indonesia, dan keadaan teroris di seluruh dunia saat ini dalam keadaan terdesak.
Akan tetapi terorisme sulit untuk diberantas tuntas dan selalu bisa tumbuh kembali, hal ini dikarenakan sudah terjadi fiksasi stigma soal Barat atau Amerika Serikat yang menindas umat Islam, meskipun empirik terjadi di negara lain, bukan di Indonesia.
B. PERMASALAHAN SOSIAL
Contoh kasus diatas menggambarkan Idiologi yang dianut oleh para pelaku teroris adalah salah satu bentuk masalah sosial yang telah banyak menjebak para masyarakat Indonesia khususnya anak-anak muda, sehingga tidak dapat berpikir kritis dan realitis. Selain Idiologi ketidak-adilan pemerintah dan kemiskinan juga merupakan akar permasalahan yang memicu timbulnya terorisme yang ada di Indonesia.
BAB II
ANALISA
Menurut Soerjono Soekanto, masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
A. SUMBER MASALAH:
Sumber masalah penyebab terjadinya Terorisme adalah Dari faktor perbedaan ideologis dan pemahaman tentang agama yang berbeda-beda sampai kesenjangan sosial dan pendidikan yang membuat masyarakat lebih mudah untuk disusupi oleh jaringan-jaringan teroris. Pengaruh terorisme dapat memiliki dampak yang signifikan, baik segi keamanan dan keresahan masyarakat maupun iklim perekonomian dan parawisata yang menuntut adanya kewaspadaan aparat intelijen dan keamanan untuk pencegahan dan penanggulangannya.
Faktor Sosial, yaitu ketidak adilan itu terjadi di berbagai masyarakat baik secara sosial, politik, ekonomi, maupun budaya. Berbagai faktor ketidak adilan tersebut akan memicu faktor radikalisme dan fundamentalisme. Radikalisme dan fundamentalisme akan dipermudah oleh rendahnya pendidikan, kemiskinan, budaya, dan kehidupan sosial. Keterbelakangan pendidikan, perubahan politik, kemiskinan atau rendahnya peradaban budaya dan sosial seseorang akan memicu radikalisme dan fundamentalisme yang berujung pada kekerasan, ekstrimisme dan terorisme.
B. FAKTOR - FAKTOR MASALAH SOSIAL
1. Faktor Ekonomi
Jaringan teroris sangat memerlukan sumber dana maupun sumber daya manusia untuk melakukan aksinya. Dana merupakan satu hal penting, bukan hanya untuk pembelian senjata, alat-alat penghancur bahan peledak untuk bom, tetapi juga untuk mempertahankan hidup sel-sel pengikutnya. Dana didapatkan dari kegiatan ilegal perdagangan, prostitusi, judi dan sebagainya.
Melalui pencucian uang hasil kejahatan komersial, penyelundupan dan korupsi, dana menjadi bersih asal usulnya, sah dan sulit ditelusuri. Mengingat sangat kompleksnya masalah pencucian uang karena terkait dengan pendeteksian dini dan harus dilakukan secara tertutup, maka institusi intelijen sangat diperlukan di dalam perumusan pencegahan terhadap kejahatan terorganisir.
Kemiskinan merupakan ladang subur persemaian benih-benih terorisme dan karenanya bagi negara yang bersungguh-sungguh ingin menyelamatkan negara dari tindakan teror akan memilih jalan membangun kesejahteraan rakyatnya. Biasanya kelompok teroris tumbuh dan berkembang di negara yang kondisi perekonomiannya carut-marut. Mereka kecewa dengan pemerintah yang berkuasa dan melakukan pemberontakan.
2. Faktor Psikologi
Dalam kasus di atas faktor psikologi yang didasarkan atas adanya keinginan untuk mempertahankan keyakinannya sebagai sebuah kebenaran, memegang peranan penting dari berbagai aksi yang dilakukan. Aksi teror yang terjadi belakangan ini adakalanya dikibarkan atas nama agama. Terma jihad dibajak untuk membenarkan aksi mereka.
Idiologi yang dianut oleh para pelaku terorisme adalah suatu realitas yang berangkat dari pemahaman dan keyakinan masing-masing individu terhadap apa yang mereka yakini dan pahami tentang adanya kekuatan dan kebenaran sebuah eksistensi yang lain diluar apa yang dilihat dan terasa olehnya. Idiologi ini mendasari berbagai jenis tindakan yang diambil dalam upaya untuk menjaga keseimbangan. Apabia keseimbangan ini terganggu maka muncul reaksi negative dari indifidu yang bersangkutan.
3. Faktor Kebudayaan
Selain faktor ekonomi, psikologi, faktor kebudayaan juga memegang peranan penting dalam masalah ini. Banyak faktor yang melahirkan aksi terorisme, seperti: minimnya pemahaman agama, tidak sabar dalam berdakwah.
Aksi teror yang terjadi belakangan ini adakalanya dikibarkan atas nama agama. Terma jihad dibajak untuk membenarkan aksi mereka. Tak heran jika wajah Islam remuk-redam di mata dunia. Padahal pemahaman dan praktik jihad yang dipraktikkan Nabi Muhammad Saw dan para sahabat jelas-jelas bertentangan dengan aksi teror. Kebanyakan dari mereka menerima warisan kebudayaan tersebut tanpa diiringi oleh sikap kritis dan proaktif untuk mencari kebenaran yang hakiki sehingga tanpa mereka sadari mereka telah terjebak oleh nilai – nilai yang mengisolasi diri mereka sendiri terhadap berbagai objektif dari sebuah realita kebenaran.
C. SIFAT MASALAH
Masalah sosial diatas, bersifat riil dan juga laten, bersifat riil karena permasalah sosial diatas dapat ditanggulangi ataupun dicegah. Masalah sosial ini timbul karena adanya kepincangan-kepincangan dalam masyarakat, seperti adanya ketidak adilan pemerintah terjadi di berbagai masyarakat baik secara sosial, politik, ekonomi, maupun budaya yang memicu faktor radikalisme dan fundamentalisme. Radikalisme dan fundamentalisme akan dipermudah oleh rendahnya pendidikan, kemiskinan, budaya, dan kehidupan sosial. Keterbelakangan pendidikan, perubahan politik, kemiskinan atau rendahnya peradaban budaya dan sosial seseorang akan memicu radikalisme dan fundamentalisme yang berujung pada kekerasan, ekstrimisme dan terorisme.
Dan merupakan bahaya laten ( bahaya tersembunyi) karena Idiologi seseorang merupakan keyakinan yang sangat prinsipil, salah satu pendapat yang didasarkan atas adanya keinginan untuk mempertahankan keyakinannya sebagai sebuah kebenaran, memegang peranan penting dari berbagai aksi yang dilakukan. dan apabila tidak ditangani dan diselesaikan dengan baik, dapat memicu rangkaian tindakan kekerasan untuk memaksakan pembenaran.
BAB III
UPAYA PENANGGULANGAN MASALAH
Dalam menanggapi permasalahan diatas pemerintah mempunyai peranan sangat penting yaitu dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan juga perlakuan adil terhadap semua daerah yang berada dalam naungan Negara Repubik Indonesia.
Dengan melibatkan masyarakat melalui kepedulian masyarakat terhadap kewaspadaan keberadaan terorisme. Kemampuan aparat untuk mendeteksi, menangkal, mencegah, menangkap tokoh teroris belum optimal. Guna merumuskan konsepsi pencegahan dan penanggulangan terorisme, diperlukan analisis dari berbagai aspek tinjauan yang terkait dan saling mempengaruhi. Membendung langkah teroris di Indonesia, perlu melihat secara obyektif karakteristik daerah, potensi yang dimilki dan aspek yang mempengaruhi. Seberapa besar peranan masing-masing instansi terkait, aparat keamanan dan seluruh komponen masyarakat termasuk tingkat kewaspadaan bela lingkungan terhadap bahaya terorisme harus terukur dan teruji.
Namun untuk melawan terorisme tidak salah bila menggunakan metoda lain yaitu menggunakan soft power persuasif antara lain mengikut sertakan tokoh-tokoh agama dalam upaya menetralisir pembibitan dan peneyebaran ajaran radikalisme kepada para teroris yang telah ditahan oleh kepolisian . Dengan cara mengajak berdiskusi pada isu tataran aplikatif operasional misalnya soal membunuh, mengebom atau dengan kekerasan lain, dengan begitu para napi/tahanan itu dapat diajak untuk berpikir kritis terhadap berbagai hal.
BAB IV
KESIMPULAN
Agama sering dikaitkan dengan fenomena kekerasan terorisme. Ini jelas kontras dengan nilai-nilai agama yang mengajarkan perdamaian dan menentang kekerasan. Meskipun faktanya, ada sekelompok orang yang jelas-jelas mengatasnamakan tindakan kekerasannya dengan mengatasnamakan agama. Orang juga menyaksikan bahwa agama sering digunakan sebagai landasan ideologis dan pembenaran simbolis bagi kekerasan.
Oleh karena itu sulit menjawab pertanyaan, bagaimana agama bisa menjadi dasar suatu etika untuk mengatasi kekerasan. Padahal, agama baru menjadi konkret sejauh dihayati oleh pemeluknya. Apalagi bila diyakini, bukan agamanya yang “bermasalah”, tetapi manusia pelaku teror itu yang “bermasalah” karena menyalahgunakan pemahaman agamanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok sehingga menyulut kekerasan.
Berbagai faktor ketidak adilan akan memicu faktor radikalisme dan fundamentalisme. Radikalisme dan fundamentalisme akan dipermudah oleh rendahnya pendidikan, kemiskinan, budaya, dan kehidupan sosial. Keterbelakangan pendidikan, perubahan politik, kemiskinan atau rendahnya peradaban budaya dan sosial seseorang akan memicu radikalisme dan fundamentalisme yang berujung pada kekerasan, ekstrimisme dan terorisme.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar : 1990. Jakarta. Rajawali Pers.
2.Kompas , Selasa 23 Maret 2010



Dan ini adalah sisa postingan saya yang akan saya sembunyikan dan hanya muncul pada saat post page atau link read more.. diklik

Tidak ada komentar: